Kamis, 17 November 2011

PKN KLS 9

A. Pancasila sebagai Dasar Negara
dan Ideologi Negara

1. Latar Belakang Perumusan Pancasila
Istilah Pancasila untuk pertama kali ditemukan dalam Buku
Sutasoma karangan Empu Tantular. Buku tersebut ditulis pada zaman
Kerajaan Majapahit, yaitu pada abad XIV. Menurut Buku Sutasoma,
istilah Pancasila mempunyai dua pengertian. Pertama, berbatu sendi
yang lima. Kedua, pelaksanaan kesusilaan yang lima, yaitu:
a. dilarang melakukan kekerasan;
b. dilarang mencuri;
c. dilarang berjiwa dengki;
d. dilarang berbohong;
e. dilarang mabuk/minuman keras.
Buku Sutasoma yang ditulis oleh Empu Tantular tersebut mem -
berikan gambaran tentang kehidupan rakyat Majapahit yang
hidup damai, tenteram, dan sejahtera. Kemakmuran Majapahit
dilukiskannya dengan istilah gemah ripah loh jinawi tata tentrem
karta raharja. Adapun kehidupan beragama digambarkan dengan
ungkapan Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa, yang
berarti “berbeda-beda tetapi satu, tidak ada kebenaran yang terceraiberai.”
Dalam sejarah kerajaan Majapahit juga dikisahkan tentang
keberhasilan Maha Patih Gajah Mada dalam mewujudkan Sumpah
Palapa, yakni dapat mempersatukan seluruh wilayah Nusantara di
bawah pemerintahan Kerajaan Majapahit.
Pada sidang BPUPKI yang berlangsung pada 29 Mei 1945,
Mohammad Yamin mendapat kesempatan pertama untuk menyampaikan
pidatonya yang berisikan lima asas dasar negara Indonesia
Merdeka, yaitu sebagai berikut.
a. Peri Kebangsaan
b. Peri Kemanusiaan
c. Peri Ketuhanan
d. Peri Kerakyatan
e. Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato, Mohammad Yamin menyampaikan usul
tertulis mengenai rancangan UUD Republik Indonesia yang di
dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara Republik
Indonesia, yang rumusannya sebagai berikut.
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Kebangsaan Persatuan Indonesia
c. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada sidang BPUPKI yang diselenggarakan pada 31 Mei 1945,
Prof. Dr. Mr. Supomo memperoleh kesempatan untuk menyampaikan
buah pikirannya tentang dasar-dasar negara Indonesia, yang
rumusannya sebagai berikut.
a. Persatuan
b. Kekeluargaan
c. Keseimbangan lahir dan batin
d. Musyawarah
e. Keadilan rakyat
Pada 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mendapat kesempatan untuk
menyampaikan pidatonya tentang dasar-dasar negara Indonesia
merdeka, yang rumusannya sebagai berikut.
a. Kebangsaan Indonesia
b. Internasionalisme atau perikemanusiaan
c. Mufakat atau demokrasi
d. Kesejahteraan sosial
e. Ketuhanan Yang Maha Esa
Usulan Ir. Soekarno itu diberi nama Pancasila, atas usul seorang
ahli bahasa. Tanggal 1 Juni 1945 disebut sebagai hari lahirnya istilah
Pancasila. Beberapa usulan tersebut kemudian ditampung dan dibahas
lagi oleh panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI. Panitia kecil ini
disebut Panitia Sembilan. Selanjutnya, pada 22 Juni 1945, Panitia
Sembilan berhasil meru muskan naskah Rancangan Pembukaan UUD
yang dikenal sebagai Piagam Jakarta (Djakarta Charter). Dalam
piagam itu tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut.
a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab
c. Persatuan Indonesia
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusya waratan/perwakilan
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, keesokan
harinya, yaitu pada 18 Agustus 1945 PPKI (sebagai pengganti BPUPKI)
mengadakan sidang. Salah satu putusan yang diambil adalah penyempurnaan
rumusan sila pertama dari Pancasila yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945. Dalam sidang tersebut, Drs. Mohammad Hatta
mengusulkan pengubahan kata-kata setelah ketuhanan, yang semula
“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Mohammad Hatta
mengusulkan perubahan tersebut karena ada desakan dari tokoh-tokoh
Indonesia Timur yang keberatan dengan rumusan yang ada pada Piagam
Jakarta. Mereka mengancam akan mengundurkan diri dari negara RI dan
membentuk negara jika rumusan tersebut tidak diubah.
Perubahan tersebut disetujui oleh semua peserta sidang dengan pertimbangan
untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan
seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian, rumusan Pancasila yang
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut.
“…maka disusunlah Kemerdekaan Bangsa Indonesia itu dalam suatu
Undang-undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Untuk menghindari terjadinya keragaman, baik dalam rumusan,
pembacaan maupun dalam pengucapan sila-sila dalam Pancasila,
Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No. 12 Tahun 1968
tentang urutan Pancasila sebagai Dasar Negara sebagai berikut.
a. Ketuhanan yang Maha Esa
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab
c. Persatuan Indonesia
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
per musyawaratan/perwakilan
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia




a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab
c. Persatuan Indonesia
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusya waratan/perwakilan
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, keesokan
harinya, yaitu pada 18 Agustus 1945 PPKI (sebagai pengganti BPUPKI)
mengadakan sidang. Salah satu putusan yang diambil adalah penyempurnaan
rumusan sila pertama dari Pancasila yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945. Dalam sidang tersebut, Drs. Mohammad Hatta
mengusulkan pengubahan kata-kata setelah ketuhanan, yang semula
“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Mohammad Hatta
mengusulkan perubahan tersebut karena ada desakan dari tokoh-tokoh
Indonesia Timur yang keberatan dengan rumusan yang ada pada Piagam
Jakarta. Mereka mengancam akan mengundurkan diri dari negara RI dan
membentuk negara jika rumusan tersebut tidak diubah.
Perubahan tersebut disetujui oleh semua peserta sidang dengan pertimbangan
untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan
seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian, rumusan Pancasila yang
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut.
“…maka disusunlah Kemerdekaan Bangsa Indonesia itu dalam suatu
Undang-undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Untuk menghindari terjadinya keragaman, baik dalam rumusan,
pembacaan maupun dalam pengucapan sila-sila dalam Pancasila,
Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No. 12 Tahun 1968
tentang urutan Pancasila sebagai Dasar Negara sebagai berikut.
a. Ketuhanan yang Maha Esa
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab
c. Persatuan Indonesia
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
per musyawaratan/perwakilan
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
2. Hakikat Pancasila
Bicara tentang hakikat sesuatu berarti membicarakan hal-hal
yang hakiki atau mendasar. Demikian juga halnya dengan upaya
memahami hakikat Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Berdasarkan catatan sejarah, tujuan bangsa Indonesia
merumuskan Pancasila adalah untuk menjadi Dasar Negara Republik
Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila digali dari falsafah dan
pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pada hakikatnya
Pancasila mempunyai dua pengertian pokok, yaitu sebagai dasar
negara dan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena
Pancasila memiliki keluasan arti filosofis maka dari dua pengertian
pokok tersebut dapat dikembangkan beberapa pengertian, antara
lain sebagai berikut.
a. Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila bukan lahir secara mendadak pada 1945, melainkan
melalui proses yang panjang yang didasari oleh sejarah perjuangan
bangsa Indonesia serta melihat pengalaman bangsa-bangsa lain. Akan
tetapi, Pancasila tetap berakar pada kepribadian dan gagasan bangsa
Indonesia sendiri.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia atau disebut juga
dengan dasar falsafah negara atau ideologi negara, menunjukkan bahwa
Pancasila digunakan sebagai dasar dalam mengatur pemerintahan negara
dan penyelenggaraan negara.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara, sebagaimana yang
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, merupakan sumber tertib
hukum tertinggi yang mengatur kehidupan negara dan masyarakat.
Hal ini mengandung makna bahwa Pancasila sebagai kaidah dasar
negara bersifat mengikat dan memaksa. Maksudnya, Pancasila mengikat
dan memaksa segala sesuatu yang berada di dalam wilayah kekuasaan
hukum negara Republik Indonesia agar setia melak sanakan, mewariskan,
mengembangkan, dan melestarikan nilai-nilai Pancasila. Jadi,
semua warga negara, penye lenggara negara, dan segala macam peraturan
perundang-undangan yang ada harus bersumber dan sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, jelaslah bahwa kedudukan
Pancasila adalah sebagai Dasar Negara Republik Indonesia yang
mempunyai fungsi pokok sebagai ideologi negara.
Adapun pokok kaidah negara yang fundamental atau mendasar
adalah Pembukaan UUD 1945, di dalamnya terdapat Pancasila. Itulah
sebabnya seluruh isi UUD 1945 dan berbagai peraturan perundangundangan
yang berlaku di negara Republik Indonesia semuanya
bersumber dan merupakan penjabaran dari sila-sila Pancasila
sebagai pokok kaidah negara Indonesia yang fundamental. Bahkan,
pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia pada
hakikatnya merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila.
b. Pancasila sebagai Pandangan Hidup
Fungsi pokok Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia adalah sebagai pegangan hidup, pedoman hidup, dan
petunjuk arah bagi semua kegiatan hidup dan penghidupan bangsa
Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dan bangsa
Indonesia. Hal ini berarti semua sikap dan perilaku setiap manusia
Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran pengamalan silasila
Pancasila.
Hakikat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
adalah semua sila dalam Pancasila merupakan pencerminan atau
gambaran dari sikap dan cara pandang manusia Indonesia terhadap
keagamaan (Ketuhanan Yang Maha Esa), terhadap sesama manusia
(Kemanusiaan yang adil dan beradab), terhadap bangsa dan negaranya
(Persatuan Indonesia), terhadap pemerintahan demokrasi (Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan), dan terhadap kepentingan bersama (Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia).
c. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
Kepribadian, artinya gambaran tentang sikap dan perilaku
atau amal perbuatan manusia. Pancasila sebagai kepribadian bangsa
Indonesia, berarti Pancasila merupakan gambaran tertulis dari pola
sikap dan perilaku, atau gambaran tentang pola amal perbuatan
bangsa Indonesia yang khas yang membedakannya dengan bangsabangsa
lain. Ciri-ciri khas kepribadian bangsa Indonesia tercermin
dalam sila-sila Pancasila, yaitu bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa
yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa, berjiwa musyawarah
mufakat untuk mencapai hikmat kebijaksanaan, dan bercita-cita
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Istilah “Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia”
ini muncul dalam pidato kenegaraan Presiden Soekarno di depan
sidang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) pada
16 Agustus 1967. Pancasila dinyatakan sebagai perjanjian luhur
seluruh rakyat Indonesia, yang berarti Pancasila harus dibela untuk
selama-lamanya. Perjanjian luhur yang dimaksud telah dilakukan pada
18 Agustus 1945, yakni pada saat Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) (sebagai wakil seluruh rakyat Indonesia) menetapkan
dasar negara Pancasila secara konstitusional dalam Pembukaan UUD
1945.
e. Pancasila sebagai Cita-Cita dan Tujuan Bangsa Indonesia
Dasar negara Pancasila yang dirumuskan dan terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945, juga memuat cita-cita dan tujuan nasional.
Cita-cita dan tujuan nasional itu kemudian dijabarkan dalam tujuan
pem bangunan nasional.
Gambaran tentang Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa
Indonesia tampak dalam rincian dan tujuan bangsa dan negara
Indonesia dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu:
a. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia;
b. memajukan kesejahteraan umum;
c. mencerdaskan kehidupan bangsa;
d. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara, sebagaimana yang
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, merupakan sumber tertib
hukum tertinggi yang mengatur kehidupan negara dan masyarakat.
Hal ini mengandung makna bahwa Pancasila sebagai kaidah dasar
negara bersifat mengikat dan memaksa. Maksudnya, Pancasila mengikat
dan memaksa segala sesuatu yang berada di dalam wilayah kekuasaan
hukum negara Republik Indonesia agar setia melak sanakan, mewariskan,
mengembangkan, dan melestarikan nilai-nilai Pancasila. Jadi,
semua warga negara, penyelenggara negara, dan segala macam peraturan
perundang-undangan yang ada harus bersumber dan sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, jelaslah bahwa kedudukan
Pancasila adalah sebagai Dasar Negara Republik Indonesia yang
mempunyai fungsi pokok sebagai ideologi negara.
Adapun pokok kaidah negara yang fundamental atau mendasar
adalah Pembukaan UUD 1945, di dalamnya terdapat Pancasila. Itulah
sebabnya seluruh isi UUD 1945 dan berbagai peraturan perundangundangan
yang berlaku di negara Republik Indonesia semuanya
bersumber dan merupakan penjabaran dari sila-sila Pancasila
sebagai pokok kaidah negara Indonesia yang fundamental. Bahkan,
pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia pada
hakikatnya merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila.
b. Pancasila sebagai Pandangan Hidup
Fungsi pokok Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia adalah sebagai pegangan hidup, pedoman hidup, dan
petunjuk arah bagi semua kegiatan hidup dan penghidupan bangsa
Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dan bangsa
Indonesia. Hal ini berarti semua sikap dan perilaku setiap manusia
Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran pengamalan silasila
Pancasila.
Hakikat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
adalah semua sila dalam Pancasila merupakan pencerminan atau
gambaran dari sikap dan cara pandang manusia Indonesia terhadap
keagamaan (Ketuhanan Yang Maha Esa), terhadap sesama manusia
(Kemanusiaan yang adil dan beradab), terhadap bangsa dan negaranya
(Persatuan Indonesia), terhadap pemerintahan demokrasi (Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan), dan terhadap kepentingan bersama (Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia).
c. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
Kepribadian, artinya gambaran tentang sikap dan perilaku
atau amal perbuatan manusia. Pancasila sebagai kepribadian bangsa
Indonesia, berarti Pancasila merupakan gambaran tertulis dari pola
sikap dan perilaku, atau gambaran tentang pola amal perbuatan
bangsa Indonesia yang khas yang membedakannya dengan bangsabangsa
lain. Ciri-ciri khas kepribadian bangsa Indonesia tercermin
dalam sila-sila Pancasila, yaitu bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa
yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa, berjiwa musyawarah
mufakat untuk mencapai hikmat kebijaksanaan, dan bercita-cita
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

d. Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia
Istilah “Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia”
ini muncul dalam pidato kenegaraan Presiden Soekarno di depan
sidang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) pada
16 Agustus 1967. Pancasila dinyatakan sebagai perjanjian luhur
seluruh rakyat Indonesia, yang berarti Pancasila harus dibela untuk
selama-lamanya. Perjanjian luhur yang dimaksud telah dilakukan pada
18 Agustus 1945, yakni pada saat Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) (sebagai wakil seluruh rakyat Indonesia) menetapkan
dasar negara Pancasila secara konstitusional dalam Pembukaan UUD
1945.

e. Pancasila sebagai Cita-Cita dan Tujuan Bangsa Indonesia
Dasar negara Pancasila yang dirumuskan dan terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945, juga memuat cita-cita dan tujuan nasional.
Cita-cita dan tujuan nasional itu kemudian dijabarkan dalam tujuan
pem bangunan nasional.
Gambaran tentang Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa
Indonesia tampak dalam rincian dan tujuan bangsa dan negara
Indonesia dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu:
a. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia;
b. memajukan kesejahteraan umum;
c. mencerdaskan kehidupan bangsa;
d. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

B. Nilai-Nilai Pancasila sebagai Dasar Negara
dan Ideologi Negara
1. Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila dalam kedudukannya sering disebut sebagai Dasar
Filsafat atau Dasar Falsafah Negara. Dalam pengertian ini, Pancasila
merupakan suatu dasar nilai-nilai atau norma untuk mengatur
pemerintahan negara. Dengan kata lain, Pancasila merupakan suatu
dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Dengan demikian,
seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, terutama segala
perundang-undangan termasuk proses reformasi segala bidang dewasa
ini, dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila
merupakan sumber hukum dasar nasional. Dalam hal ini, Pancasila
merupakan sumber kaidah hukum negara yang secara konstitusional
mengatur Negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya,
yaitu rakyat, wilayah, serta pemerintahan negara.
Pancasila sebagai dasar negara merupakan suatu asas kerohanian
yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum sehingga
merupakan suatu sumber nilai norma serta kaidah, baik moral maupun
hukum negara, dan menguasai hukum dasar, baik yang tertulis
(Undang-Undang Dasar) maupun yang tidak tertulis (konvensi).
Dalam kedudukannya sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai
kekuatan mengikat secara hukum. Oleh karena itu, Pancasila sebagai
dasar negara memiliki arti penting dalam mengatur pemerintahan
negara. Artinya, seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan negara
terutama peraturan perundang-undangan merupakan penjabaran
dari nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, dasar negara juga
merupakan penjabaran nilai-nilai filosofis suatu bangsa. Nilai-nilai
filosofis tersebut, di antaranya musyawarah mufakat, percaya kepada
Tuhan YME, persamaan derajat, dan rela berkorban.
Pancasila sebagai sumber hukum atau sebagai sumber tertib
hukum Indonesia tercantum dalam ketentuan tertinggi, yaitu Pembukaan
UUD 1945. Kemudian, dijabarkan lebih lanjut dalam pokokpokok
pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945 yaitu
hal-hal yang menjiwai proses penyusunan UUD 1945 serta hukum
positif lainnya. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber tertib hukum
Indonesia yang dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat pokok
pikiran dalam Pembukaan UUD 1945.
b. Meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar 1945,
yaitu hal-hal yang menjiwai pada waktu proses penyusunan
Undang-Undang Dasar 1945. Artinya nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan tercermin
dalam pasal-pasal.
c. Mewujudkan cita-cita hukum dari hukum dasar negara (baik
hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis).
d. Mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar
mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggara negara (termasuk para penyelenggara partai dan
golongan fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat
yang luhur. Hal ini sebagaimana tercantum dalam pokok pikiran
keempat yang bunyinya sebagai berikut: “... Negara berdasarkan
atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.
e. Merupakan sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, bagi
penye lenggara negara dan para pelaksana pemerintahan. Hal ini dapat
dipahami karena penting bagi pelaksanaan atau penyelenggaraan negara.
Oleh karena itu, masyarakat dan negara Indonesia senantiasa tumbuh
dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika
masyarakat. Dengan semangat yang bersumber pada asas kerohanian
negara sebagai pandangan hidup bangsa, dinamika masyarakat dan
negara akan tetap diliputi dan diarahkan asas kerohanian negara.


2. Pancasila sebagai Ideologi Negara
Istilah ideologi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu “idea”
dan “logos” yang berasal dari bahasa Yunani. Idea berarti ide atau
gagasan, dan logos berarti ilmu. Secara sederhana, ideologi dapat
diartikan pengetahuan tentang ide-ide, keyakinan, atau gagasan.
Adapun pengertian ideologi secara lebih luas adalah seperangkat
prinsip yang dijadikan dasar untuk memberikan arah dan tujuan yang
ingin dicapai dalam melangsungkan dan mengembangkan kehidupan
nasional suatu bangsa dan negara.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam konsep ideologi terkandung hal-hal sebagai berikut:
a. berisi prinsip-prinsip hidup berbangsa dan bernegara;
b. menjadi dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara;
c. memberikan arah dan tujuan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Ideologi bagi suatu bangsa dan negara adalah wawasan, pandangan
hidup, atau falsafah kebangsaan dan kenegaraannya. Oleh karena itu,
di dalam perkembangannya setiap bangsa memerlukan ideologi untuk
dapat berdiri dengan kokoh dan mengetahui dengan jelas arah dan
tujuan yang ingin dicapai. Dengan ideologi inilah suatu bangsa akan
memandang segala macam persoalan yang akan dihadapinya dan
sekaligus meme cahkannya secara tepat. Tanpa ideologi suatu bangsa
tidak dapat menentukan arah dalam menghadapi segala macam
persoalan besar yang timbul, baik persoalan yang berkaitan dengan
kehidupan kemasyarakatan, maupun persoalan besar umat manusia
sehubungan dengan adanya pergaulan internasional.
Dengan ideologi, suatu bangsa akan memiliki pegangan dan
pedoman bagaimana mengenal dan memecahkan masalah-masalah
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan
keamanan yang timbul dalam kehidupan masyarakat yang semakin
maju. Dengan berpedoman pada ideologi, suatu bangsa memiliki
pola dalam menyelenggarakan program pembangunan.
Ideologi suatu bangsa pada umumnya bersumber pada budaya dan
pengalaman sejarah masyarakat yang menciptakan ideologi tersebut.
Ideologi bangsa dinyatakan oleh para pendiri bangsa (founding
father) suatu negara dan harus diwariskan kepada generasi penerus
secara terus-menerus sehingga menjadi sikap hidup bagi masyarakat
pendukungnya.
Untuk melengkapi pengertian ideologi, selanjutnya dikemukakan
pandangan-pandangan yang lainnya. Moerdiono, yang meninjau
ideologi secara harfiah sebagai “a system of ideas,” artinya suatu rangkaian
ide yang terpadu menjadi satu. Dalam bidang politik, ideologi diartikan
secara khas, yakni seperangkat nilai yang terpadu, berkenaan dengan
hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pengertian tersebut tidak jauh berbeda dari pengertian ideologi
yang dikemukakan Soerjanto Poespowardojo, yaitu sebagai kompleks
pengetahuan dan nilai.
Berdasarkan rumusan-rumusan pengertian ideologi sebagaimana
diuraikan tersebut, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
a. Ideologi mengandung gagasan, keyakinan, atau nilai-nilai mendasar
dan mendalam.
b. Gagasan, keyakinan, dan nilai-nilai tersebut tersusun secara siste matis
sehingga membentuk suatu kebulatan secara menyeluruh.
c. Ideologi ini akan mendasari kehidupan bersama bagi suatu
kelompok, golongan masyarakat, atau bangsa.
d. Nilai, gagasan, sikap dalam ideologi itu bersifat khas.
e. Jika tidak diwaspadai dapat mengarah menjadi beku, kaku, tak
berubah, dan tak berkembang.
Setelah mengetahui pengertian ideologi, pertanyaan selanjutnya
adalah apakah fungsi pokok ideologi tersebut bagi kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara?
Pada intinya, suatu ideologi mendasari kehidupan suatu kelom pok
masyarakat, bangsa, maupun suatu bangsa. Jadi, dengan ideologilah
kehidupan suatu kelompok, masyarakat, bangsa dan negara terarah,
terkendali sehingga mampu mewujudkan apa yang hendak dicapai
bersama dalam kehidupan bersama tersebut.
Soerjanto Poespowardojo mengemukakan fungsi-fungsi dari
ideologi adalah sebagai berikut.
1) Struktur kognitif, yakni keseluruhan pengetahuan yang dapat
merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia
dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya.
2) Orientasi dasar, dengan membuka wawasan yang memberikan
makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
3) Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan begi
sese orang untuk melangkah dan bertindak.
4) Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menentukan identitasnya.
5) Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang
untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
6) Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami,
mengha yati, serta mempolakan tingkah lakunya sesuai dengan
orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya.
Dengan mendalami uraian tersebut, seseorang sudah memperoleh
pemahaman tentang apakah ideologi itu serta apa dan bagaimana
fungsi pokoknya dalam kehidupan masyarakat.
Ideologi negara Indonesia adalah Pancasila. Pancasila sebagai
suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia pada hakikatnya bukan
hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang
atau kelompok orang seperti ideologi-ideologi lain di dunia. Pancasila
diambil dari nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia, nilai-nilai
kebudayaan, serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup
masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara.

0 komentar:

Posting Komentar